Friday, February 17, 2017

Mengawal Kemarahan Mengikut Cara Rasulullah


Disediakan Oleh: Siti Zunairah Binti Ismail
No Siri: 071

Dalam kehidupan, manusia sering kali dihadapkan pada suatu masalah yang memaksanya untuk memilih, apakah menghadapinya dengan penuh ketenangan atau menyingkapinya dengan amarah dan penuh emosi.

Secara etimologis, kata ‘emosi’ adalah terjemahan dari bahasa Arab, al-ghadhab. Dalam Alquran, kata al-ghadhab, dengan perubahan bentuk kata, jumlahnya tak kurang dari 24 kali. Dari sekian banyak ayat tersebut, kata al-ghadhab lebih banyak dikaitkan kepada Allah sebagai Sang Khalik. Hanya sedikit ayat yang mengaitkan al-ghadhab dengan manusia. Itu pun bukan terhadap manusia biasa, tetapi terhadap Nabi Musa AS. “Dan, tatkala Musa telah kembali kepada kaumnya, dengan marah dan sedih hati, ia pun berkata, ‘Alangkah buruknya perbuatan yang kamu kerjakan sesudah kepergianku.’” (QS al-A’raf [7]: 150).

Dalam ayat itu, disebutkan pula bahwa Nabi Musa sempat menarik rambut saudaranya sendiri, Nabi Harun, karana sedang  marah dan emosinya. Tentang sikap marahnya Nabi Musa, juga diabadikan dalam surah Taha [20]: 86 dan tentang redanya emosi tersebut juga diabadikan dalam surah al-A’raf [7]: 154.

Diceritakan dalam sebuah hadis bahwa seorang sahabat datang tergopoh-gopoh menghadap Nabi SAW untuk meminta nasihat. Nabi menjawab, “La taghdhab”, hindari sikap marah (emosi). Nabi SAW mengulangi nasihatnya sebanyak tiga kali.

Hadis ini cukup menjadi bukti bahwa manusia sering kali terjebak dalam keadaan emosi atau marah yang berkepanjangan hingga tidak ada peluang bagi orang lain untuk meminta maaf. Karena itu, wajar bila Nabi SAW mengulangi nasihatnya sebanyak tiga kali.

Bagaimana menguasai marah atau emosi? Nabi SAW pernah memberikan petunjuk. “Jika kamu marah dalam keadaan berdiri, duduklah. Jika kamu masih marah, padahal sudah dalam keadaan duduk, berbaringlah. Jika kamu masih marah, padahal sudah dalam keadaan berbaring, segera bangkit dan ambil air wudu untuk bersuci dan lakukan solat sunah dua rakaat.”

Betapa bijaknya nasihat Rasul SAW di atas. Sebab, ketika manusia sedang marah, ia mengalami dua hal. Pertama, ketegangan saraf, terutama saraf otak. Kedua, dirinya sedang bergelut dengan sebuah kekuatan hawa nafsu yang dahsyat. Dalam pandangan agama, hawa nafsu itu dipersonifikasikan dengan kekuatan syaitan.

Maka, ajaran Nabi SAW tentang perubahan gerakan fizikal dari berdiri kepada duduk dan dari duduk kepada berbaring bertujuan untuk melenturkan dan meredakan  ketegangan saraf otak dan saraf-saraf lainnya. Jika gerakan fizikal juga tidak mampu meredakan emosi, Nabi SAW berpesan agar segera berwudu’ dan mendirikan solat dua rakaat. Tujuannya, segera berlindung kepada kekuatan Allah untuk mengusir kekuatan syaitan yang terbungkus dalam bentuk sikap marah dan emosi. Wa Allahu A’lam.

No comments:

Post a Comment

Pemenang anugerah "Most Entertaining Blog" di Malaysia Social Media Week 2016 (MSMW)
yang telah diadakan di GlassHouse @ Seputeh, Kuala Lumpur.

Comments

Contact Us

Name

Email *

Message *