Friday, February 10, 2017

Makna Hidup dan Kehidupan

NAMA:SITI NOR NAJWA BINTI FAUZI
NO. SIRI : 070

Pernahkah Anda merenungi makna hidup dan kehidupan yang Anda jalani selama ini?
    Pernahkan tertanya- tanya dalam jiwa tentang apa, bagaimana dan untuk apa kita menjalani kehidupan ini?

Ya, hidup dan kehidupan adalah hal yang mestinya kita maknai dengan penuh hikmah.
    Karena pasti, bahwa Tuhan tidak akan menganugerahkan kehidupan kepada kita untuk sesuatu yang tidak berarti sama sekali!
    Tulisan Anis Matta berikut ini mungkin bisa menjadi bahan renungan bagi kita, betapa kehidupan perlu diisi untuk memberinya makna. Judul artikel aslinya adalah “As-Sibaq (berlumba)“.
    Hidup adalah masa karya. Setiap kita diberi rentang waktu, yang kemudian kita sebut umur, untuk berkarya.
Harga hidup kita, di mata kebenaran, ditentukan oleh kualiti karya kita.
   Maka sesungguhnya waktu yang berhak itu, sebagai umur kita adalah sebatas waktu yang kita isi dengan karya dan amal. Selain itu, ia bukan milikmu.
   Itulah undang-undang kebenaran tentang hakikat waktu. Kita bukan waktu yang kita miliki. Tapi kita adalah amal yang kita lakukan.
  Dalam relung hakikat itulah Allah SWT menurunkan titah-Nya untuk ‘berpacu’ dan ‘berlomba’ dalam medan kehidupan (as-Sibaq).
   Hidup ini adalah jalan panjang yang harus kita lalui. Tak satupun diantara kita manusia,yang mana kehidupan itu memberitahu dimana dan bila  ia harus berhenti. Sebab tempat perhentian pertama yang engkau berhenti adalah ajalmu. Akhir masa karyamu.
    Begitulah para sahabat dan semua manusia muslim yang agung dan besar yang pernah hadir di pelataran sejarah, memahami makna waktu dan hidup, serta melaluinya dengan semangat perpacuan yang tak pernah dapat digoda oleh kelelahan.
    Apa yang mereka pakai adalah kendaraan jiwa yang seluruh muatannya adalah makna hidup itu sendiri, serta kehendak yang telah terwarnai oleh makna itu. Tak ada ruang kosong dalam kendaraan jiwa mereka yang tak terisi oleh kehendak.
    Perjuangan, bagi manusia-manusia agung itu, adalah sebuah kehidupan yang kuat. Dalam  diri mereka. Sebab, kata sastrawan Mesir, Musthofa Shodiq Ar-Rofi’i, “Rupanya perjuangan itu mempunyai agenda yang sanggup mengubah seluruh kehidupan ini menjadi kemenangan. Sebab setiap anak fikirkan yang hingga disitu, selalu ada langsungnya menjelma jadi pembunuh-pembunuh kekalahan”.
    Mengeluh, dalam perjuangan mereka, hanyalah yang hendak merayu benteng obsesi mereka. Kelelahan, dalam tradisi keagungan mereka, bagai sebatang lilin yang ingin menghisap gelombang.
    Semua yang ada di permukaan bumi ini adalah tanah tempat kaki kebesarannya mengayuh  setiap langkah melewati hari-hari.
     Dalam semangat perpacuan itu, semua tantangan yang mereka temui hanya berfungsi melahirkan bakat-bakat baru, kecerdasan-kecerdasan baru, kehendak-kehendak baru.
    Inilah rahasia besar yang menyingkap tabir kebesaran sahabat, tabi’in serta ulama dan mujahidin besar yang pernah mengguriskan tinta emas dalam sejarah Islam kita.
    Banyak diantara mereka yang syahid dalam usia yang teramat muda. Imam al-Ghazali meninggal dalam usia 45 tahun, Umar bin Abdul Aziz dalam usia 39 tahun, dan Hasan al Banna dalam usia 41 tahun. Tapi ‘usia’ mereka bagai memanjang mengikuti rentang panjang keabadian.

    “Sebab ketika jiwa itu kosong, fikirannya akan lebih kosong. Ia akan terus mencari semua yang akan membuatnya lupa pada sang jiwa. Sedang manusia agung itu, hidup penuh sepenuh jiwanya,” kata Musthofa Shodiq Ar-Rofi’i.

No comments:

Post a Comment

Pemenang anugerah "Most Entertaining Blog" di Malaysia Social Media Week 2016 (MSMW)
yang telah diadakan di GlassHouse @ Seputeh, Kuala Lumpur.

Comments

Contact Us

Name

Email *

Message *