Toleransi, yang bahasa Arabnya
tasamuh adalah "sama-sama berlaku baik, lemah lembut dan saling
pemaaf." Dalam pengertian istilah umum, tasamuh adalah "sikap akhlak
terpuji dalam pergaulan, di mana terdapat rasa saling menghargai antara sesama
manusia dalam batas-batas yang digariskan oleh ajaran Islam."
Setidak-tidaknya ada dua macam
tasamuh.
Pertama, tasamuh antar sesama
manusia muslim yang berupa
sikap dan perilaku tolong menolong saling
menghargai, saling menyayangi,
saling menasehati, dan tidak curiga
mencurigai.
Kedua, tasamuh terhadap
manusia non muslim, seperti menghargai hak-hak mereka selaku manusia dan
anggota masyarakat dalam satu negara.
Dengan kata lain, toleransi
didasarkan atas
prinsip-prinsip :
bertetangga baik;
saling membantu dalam
menghadapi musuh bersama;
membela mereka yang teraniaya;
saling menasehati, dan
menghormati kebebasan
beragama.
Ajaran Islam tentang toleransi
beragama atau hubungan antar ummat beragama ini meliputi lima ketentuan, yakni
:
Pertama, tidak ada paksaan
dalam agama, "Tidak ada paksaan dalam agama
(karena) sesungguhnya telah
jelas jalan yang benar dari jalan yang salah." (Q.S. Al-Baqarah : 256).
Kedua, mengakui eksistensi
agama lain serta menjamin adanya kebebasan
beragama, sebagaimana
digariskan dalam Q.S. Al-Kafirun :
Katakanlah : "Wahai
orang-orang kafir! Aku tidak akan menyembah apa
yang kalian sembah dan kalian
bukan penyembah Tuhan yang aku sembah.
Dan aku tidak pernah menjadi
penyembah apa yang kalian sembah, dan kalian tidak pernah (pula) menjadi
penyembah Tuhan yang aku sembah. Untuk kalian agama kalian dan untukku
agamaku." (Q.S. Al-Kafirun 1-6).
Ketiga, tidak boleh mencela
atau memaki sesembahan mereka (Q.S. Al-
An'am : 108).
Keempat, tetap berbuat baik
dan berlaku adil selama mereka tidak
memusuhi (Q.S. Al-Mumtahanah
8-9; Q.S. Fushshilat : 34).
Kelima, memberi perlindungan
atau jaminan keselamatan. Pesan Nabi صلى الله عليه وسلم ,
"Barangsiapa menyakiti
orang dzimmi berarti ia menyakiti diriku!"
Dari ayat-ayat di atas,
jelaslah bahwa toleransi yang diajarkan Islam bukanlah toleransi yang pasif --
yang sekedar "menenggang, lapang dada dan hidup berdampingan secara
damai" -- tapi lebih luas lagi; bersifat aktif dan positif, yakni untuk
berbuat baik dan berlaku adil.
Agama Islam juga mengakui
adanya orang-orang ahli kitab yang baik dan
perlunya perlindungan
tempat-tempat ibadah agama lain (Q.S. Al-Ma'idah: 82; Q.S. Al-Hajj : 40).
Praktek Toleransi Islam
-----------------------
Ajaran Islam tentang toleransi
ini bukan hanya merupakan teori belaka, tapi juga terbukti dalam praktek,
sebagaimana tercatat dalam sejarah Islam dan diakui oleh para ahli non-muslim.
Sejak agama Islam berkembang,
Rasulullah صلى الله عليه وسلم sendiri memberi contoh betapa
toleransi
merupakan keharusan. Jauh
sebelum PBB mencanangkan Declaration of Human Rights, agama Islam telah
mengajarkan jaminan kebebasan beragama. Melalui "Piagam Madinah"
tahun 622 Masehi, Rasulullah صلى الله عليه وسلم telah meletakkan dasar-dasar bagi keragaman hidup antar ummat agama di
antara warga negara yang berlainan agama, serta mengakui eksistensi kaum non
muslim dan menghormati peribadatan mereka.
Ketika ummat Islam berkuasa di
Spanyol selama hampir 700 tahun, soal toleransi ini pun menjadi acuan dalam
memperlakukan penduduk asli, baik yang beragama Nasrani maupun Yahudi.
Toleransi Islam ini juga nyata
di India, waktu Islam memerintah India, terutama pada masa Sultan Akbar,
Kesultanan Humayun Kabir, di mana kaum Hindu juga mendapat keleluasaan.
Batas Toleransi
---------------
Sudah tentu sikap toleransi
ini pun bukannya tanpa batas, sebab toleransi yang tanpa batas bukanlah
toleransi namanya, melainkan "luntur iman."
Batas toleransi itu ialah,
pertama : apabila toleransi kita tidak lagi
disambut baik atau ibarat
"bertepuk sebelah tangan," di mana pihak lain itu tetap memusuhi
apalagi memerangi Islam.
Kalau sudah sampai
"batas" ini, kita dilarang menjadikan mereka sebagai teman kepercayaan.
Firman Allah Subhanahu Wa
Ta'ala,
"Sesungguhnya Allah hanya
melarang kalian menjadikan sebagai kawan kalian orang-orang yang memerangi
kalian karena agama dan mengusir kalian dari negeri kalian, dan membantu (orang
lain) untuk mengusir kalian. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan,
maka mereka itulah orang-orang zhalim." (Q.S. Al-Mumtahanah : 9).
Akan tetapi hal ini tidak
lantas berarti bahwa kita boleh langsung membalas, melainkan lebih dulu
menghadapinya dengan pendekatan untuk "memanggil" atau menyadarkan.
Bukankah Islam mengajarkan ummatnya agar menolak kejahatan dengan cara yang
baik?
"Dan tidaklah sama
kebaikan dengan kejahatan. Tolaklah (kejahatan)
dengan cara yang lebih baik,
sehingga orang yang antaramu dengannya
ada permusuhan itu seolah-olah
menjadi teman yang setia." (Q.S. Al-Fushshilat : 34).
Apalagi kalau yang
"memusuhi" aqidah kita adalah orang tua kita sendiri, maka
penolakannya harus dengan cara yang lebih baik lagi.
Jadi masih kah kamu tidak mau
bertoleransi ..
No comments:
Post a Comment