PENULIS: AIMAN BIN SHAMSUDIN
NO.SIRI: 126 (14021174)
Anakku,
Bagaimana kabarmu hari ini? Ayah
berharap kau selalu menjadi kebanggaan Ayah dan Bunda.
Nak,…
Saat Ayah pulang tadi, Bunda
memberi tahu bahwa kau sedang pergi keluar untuk mengikuti les. Saat ini,
sedang apa kau di sana? hari ini ketika Ayah pulang dari bekerja di luar sana,
tiba-tiba Ayah teringat kamu, Nak.
Masih terekam dengan baik
dalam ingatan Ayah, dahulu ketika mendapat kabar dari Bunda bahwa ia sedang
mengandungmu. Betapa gembiranya Ayah sampai-sampai tak peduli kalau semua orang
memandang Ayah yang berteriak karena senang.
Sejak saat itu, Ayah merasakan
ada sesuatu yang membebani kaki ayah hingga begitu berat melangkahkan kaki
keluar rumah untuk pergi ke mana saja, Ayah ingin selalu menjaga dan
membelaimu, yang berada di dalam perut Bundamu.
Selama sembilan bulan sepuluh
hari Ayah tak pernah melewati momen-momen yang terjadi pada Bunda bersama
denganmu, Nak. Hingga waktu itu akhirnya tiba juga. Bunda melahirkanmu dengan
selamat, saat itu Ayah selalu berada di sisi Bunda, tak pernah meninggalkannya
sedetik pun, Ayah sangat menantikan kehadiranmu Nak.
Setelah kau hadir di dunia ini,
Ayah berjuang untuk bekerja lebih giat, mencari nafkah demi menghidupi
keluarga, termasuk kamu, Nak. Ayah tak merasa lelah meski harus pulang lebih
lama. Ayah ingin kehidupanmu, masa depanmu, benar-benar terjamin. Kadang Bunda
menasehati Ayah agar jangan bekerja terlalu keras, khawatir bisa sakit, namun
Ayah katakan pada Bunda “Ayah senang melakukan ini semua, Bunda, demi anak
kita.”
Ketika kau memasuki usia
sekolah, kau berangkat dengan gembira, berpamitan dengan Bunda dan pergi dengan
Ayah. Setelah kau menginjak bangku sekolah yang lebih tinggi, kau mulai malu
karena Ayah selalu mengantarmu, kau minta agar Ayah tak perlu lagi mengantarmu.
Cukup kaget Ayah saat itu, namun Ayah tahu bahwa kau sudah mulai beranjak lebih
dewasa.
Ayah selalu berpesan agar pulang
sekolah kau harus pulang dulu ke rumah sebelum kau pergi lagi dengan
teman-temanmu. Namun, nasehat Ayah ternyata hanya kau ‘iya kan’, lewat Bunda,
Ayah tahu bahwa kau selalu pulang terlambat tanpa ada pesan. Kau sudah membuat
Ayah dan Bunda begitu khawatir. Ayah memang keras saat itu, memarahimu agar
jangan mengulang hal itu lagi, namun Ayah tahu bahwa kau masih melakukannya.
Ayah kembali memarahimu. Namun,
Bunda lebih memanjakanmu. Ketika Ayah bicara kau selalu cuek bahkan kau jalan
melewati Ayah begitu saja, masuk ke kamarmu, padahal kau tahu Ayah sedang
bicara denganmu. Ayah sempat berpikir, Ayah terlalu keras kepadamu yang
membuatmu menjadi kesal. Ayah minta maaf, Ayah lakukan semua ini demi
kebaikanmu, Nak.
Anakku…
Usiamu semakin dewasa,
kebutuhanmu pun semakin bertambah. Uang yang Ayah berikan begitu cepat kau
habiskan, sehingga kau sering meminta uang lebih kepada Ayah. Ayah berharap kau
bisa mengerti kondisi Ayah, usia Ayah semakin tua, pekerjaan yang bisa Ayah
lakukan pun semakin sedikit sehingga pendapatan Ayah berkurang. Namun kau
selalu membalas kata-kata Ayah dengan nada lebih tinggi, “Ayah, kebutuhanku
semakin banyak dan uang yang biasa Ayah kasih sudah tidak cukup lagi. Aku minta
uangnya ditambah!”
Nak, …
Ayah dan Bunda merindukan sosok
dirimu seperti yang dulu. Ayah tahu kau tumbuh dan berkembang, Ayah hanya minta
darimu agar kau bisa mengerti kondisi Ayah dan menjadi anak yang baik dan
berbakti kepada Ayah dan Bunda.
Nak, …
Belum pernah Ayah bersedih
seperti ini, Ayah sadar saat ini Ayah sangat merindukanmu, Ayah ingin lebih
dekat denganmu, Nak.
Ayah, Yang selalu menyayangimu
No comments:
Post a Comment