Monday, March 13, 2017

Aturan Islam dalam Memberi dan Menerima Hadiah

siti fatma bt mohd nor
14021154
no.siri 077
adminmtt Rabu, 19 Januari 2011 Materi KajianRisalah Kajian 1 Komentar 6,991 Dilihat
Pada kajian ini akan membicarakan tentang aturan Islam dalam masalah memberi dan menerima hadiah, seputar masalah hadiah serta seputar masalah hibah. Dimana terkadang muncul juga beberapa permasalahan, diantaranya :
·         Bagaimana hukumnya jika seorang yang memeberi hadiah ketika kampanye lalu kemudian hadiah tersebut diambil kembali.
·         Apakah diperbolehkan seorang ayah mengambil kembali hadiah yang sudah diberikan kepada anaknya.
·         Apakah boleh diterima hadiah yang diberikan oleh orang non muslim.
·         Bagaimana hukumnya jika sebuah perusahaan menerima hadiah dari rekanan.
Berikut beberapa kisah tentang menerima hadiah.
Kisah 1 :
Umar bin Khattb pernah menghadiahkan seekor kuda pada seseorang yang akan berjuang di jalan Allah, namun hadiah tersebut tidak diurus dengan baik oleh si penerima hadiah. Sehingga Umar berencana mengambil kembali kuda tersebut dengan cara membeli dengan harga murah. Maka kemudian Umar bertanya kepada Nabi dan Nabi saw bersabda
 “Jangan kau beli darinya dan jangan kau ambil kembali barang yang sudah kau hadiahkan, meskipun dia hanya menghargainya dengan satu dirham. Sesungguhnya orang yang mengambil kembali barang yang telah dihadiahkan bagaikan sesorang yang muntah dan menelan kembali muntahnya”(Muttafaq Alaih)
Dari kisah ini dapat diambil beberapa pelajaran, yaitu :
1.       Keutamaan memberi hadiah untuk tujuan kebaikan ((Dalam sebuah hadist Rasulullah saw bersabda yang artinya “Salinglah kalian memberikan hadiah, tentu kalian akan saling mencintai.” -Hadits hasan riwayat Al Bukhari di dalam Al Adab Al Mufrid dan Abu Ya’la-)). Saling memberi hadiah adalah kesunnahan. Berapa banyak kedengkian sirna karena hadiah. Berapa banyak konflik menjadi cair karena hadiah. Berapa banyak persahabatan yang dapat diraih karena hadiah.
2.       Keutamaan menerima hadiah dan menjaga dengan baik hadiah/pemberian dari orang lain ((Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata : “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menerima hadiah dan membalasnya.” Al Imam Al Bukhari telah meriwayatkan hadits di dalam Shahihnya, dan hadits ini memiliki hadits-hadits pendukung yang lain.)). Maka jika diberi hadiah jangan ditolak, silahkan diambil. Karena menerima hadiah juga merupakan sebuah keutamaan. Orang yang memberi hadiah akan senang jika hadiah yang diberikan diterima.
3.       Larangan mengambil kembali barang yang telah dihadiahkan, meskipun dengan cara dibeli dengan harga murah. Hukumnya ada yang mengatakan haram ada yang mengatakan makruh ((Dari Ibnu Abbas ra, Rasulullah saw bersabda “Orang yang mengambil kembali barang yang telah dihadiahkan, bagaikan seekor anjing yang muntah dan menelan kembali muntahannya”)).
Namun terdapat pengecualian, dimana pemberian orang tua pada anaknya boleh diambil lagi. Seperti halnya hadist berikut :
Dari Amr bin Syuaib dari ayahnya dari kakeknya, sesungguhnya Rasulullah saw bersabda
“Janganlah seseorang mengambil kembali barang yang telah dihadiahkan pada orang lain, kecuali pembelian orang tua pada anaknya (boleh diambil lagi)” -HR Ibnu Majah-
Jika Anda diberi hadiah, balaslah pemberian itu.
Dari Aisyah ra berkata :
 “Rasulullah saw menerima hadiah dan membalasnya”. -HR Bukhari-
Hibah
adalah akad yang memberi faedah kepemilikan suatu barang/benda yang bergerak atau tidak bergerak tanpa ada ganti. Yang namanya hibah diberikan ketika pemberi dan penerima masih hidup dua-duanya.
Rukun dan Syarat Hibah ((http://izulbadawi.blogspot.com/2009/01/hibah.html))
Rukun hibah adalah sebagai berikut :
1.       Penghibah , yaitu orang yang memberi hibah
2.       Penerima hibah yaitu orang yang menerima pemberian
3.       Benda yang dihibahkan
4.       Ijab dan kabul.
1. Syarat – syarat yang harus dipenuhi agar suatu hibah sah adalah :
Syarat-syarat bagi penghibah
·         Barang yang dihibahkan adalah milik si penghibah; dengan demikian tidaklah sah menghibahkan barang milik orang lain.
·         Penghibah bukan orang yang dibatasi haknya disebabkan oleh sesuatu alasan.
·         Penghibah adalah orang yang cakap bertindak menurut hukum (dewasa dan tidak kurang akal).
·         Penghibah tidak dipaksa untuk memberikan hibah.
Apabila seseorang menghibahkan hartanya sedangkan ia dalam keadaan sakit, yang mana sakitnya tersebut membawa kepada kematian, hukum hibahnya tersebut sama dengan hukum wasiatnya, maka apabila ada orang lain atau salah seorang ahli waris mengaku bahwa ia telah menerima hibah maka hibahnya tersebut dipandang tidak sah.
2. Syarat-syarat penerima hibah
Bahwa penerima hibah haruslah orang yang benar-benar ada pada waktu hibah dilakukan. Adapun yang dimaksudkan dengan benar-benar ada ialah orang tersebut (penerima hibah) sudah lahir. Dan tidak dipersoalkan apakah dia anak-anak, kurang akal, dewasa. Dalam hal ini berarti setiap orang dapat menerima hibah, walau bagaimana pun kondisi fisik dan keadaan mentalnya. Dengan demikian memberi hibah kepada bayi yang masih ada dalam kandungan adalah tidak sah.
3. Syarat-syarat benda yang dihibahkan
·         Benda tersebut benar-benar ada.
·         Benda tersebut mempunyai nilai.
·         Benda tersebut dapat dimiliki zatnya, diterima peredarannya dan pemilikannya dapat dialihkan.
·         Benda yang dihibahkan itu dapat dipisahkan dan diserahkan kepada penerima hibah.
4. Ijab Kabul
Adapun mengenai ijab kabul yaitu adanya pernyataan, dalam hal ini dapat saja dalam bentuk lisan atau tulisan. Menurut beberapa ahli hukum Islam bahwa ijab tersebut haruslah diikuti dengan kabul, misalnya : si penghibah berkata :
 “Aku hibahkan rumah ini kepadamu”, lantas si penerima hibah menjawab : “Aku terima hibahmu”. Sedangkan Hanafi berpendapat ijab saja sudah cukup tanpa harus diikuti oleh kabul, dengan pernyataan lain hanya berbentuk pernyataan sepihak.
Jika orang tua memberi hadiah pada anak-anaknya, maka harus berlaku adil. Tidak boleh pilih-pilih kasih. Semua harus diberi hadiah yang sama. (Kisah Nukman Bin Basyir saat akan memberi hadiah hanya pada seorang putranya saja, lalu nabi melarang dan beliau tidak mau menjadi saksi)
Sahabat Anshar sering memberi hadiah pada nabi saw
Kisah 2 :
Dari Urwah dari Aisyah ra, dia berkata pada Urwah
 “Wahai keponakanku, aku pernah bersama nabi saw selama tiga kali bulan sabit dalam 2 bulan, tidak menyala api di rumah kami (kami tak masak apa apa-pun)”. Lalu aku (Urwah) bertanya,“Wahai bibi, jika demikian, apa yang kalian makan?” Aisyah menjawab “Air putih dan kurma. Kecuali tetangga kami, sahabat Anshar suka memberi kami hadiah, kami minum susu pemberian mereka” -HR bukhari-
Kisah 3 :
Anas bin Malik (salah seorang sahabat Anshar) bercerita
 “Satu kali aku pergi musafir bersama Jarir bin Abdillah Al Bajally ra. Selama perjalanan, jarir sangat berkhidmat padaku. Aku katakan padanya, janganlah berbuat begitu padaku.” Jarir menjawab “Aku tahu bagaimana hebatnya sahabat Anshar berkhidmat pada Nabi saw (di antaranya suka memberi hadiah pada Nabi saw). Oleh karena itu, aku berjanji pada diriku sendiri, jika aku bersama orang-orang Anshar, maka aku akan berkhidmat pada mereka semampuku” -Muttafaq Alaih-
Jangan menyebut-nyebut kembali barang yang telah kau hadiahkan
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kau menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima)” -Al Baqarah 2:264-
Kisah 4 :
Dari Abu Dzar ra dari Nabi saw bersabda
 “Tiga kelompok orang yang tidak akan diajak bicara oleh Allah di hari kiamat, dan tidak akan dilihat oleh-Nya, juga tidak akan di bersihkan dan bagi mereka adzab yang pedih.” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengulang-ulang perkataan itu tiga kali. Abu Dzar berkata, “Sungguh celaka dan rugi mereka itu! siapa gerangan mereka itu, wahai Rasulullah?” Rasul bersabda: “(1)Al-Musbil (orang yang memanjangkan pakaiannya sampai menutupi mata kaki). (2)Al Mannan (orang yang suka memberi sesuatu, tapi sering mengungkit-ungkit pemberian-nya). (3)Dan orang yang melariskan barang dagangannya dengan sumpah bohong.” (HR. Muslim)
Istri boleh menghadiahkan harta miliknya meski tanpa izin suaminya, walaupun sebaiknya dia izin pada suaminya (lihat kisah Ummul Mukminin maimunah binti Al Harits yang menghibahkan budak miliknya tanpa sepengetahuan nabi saw).

Menolak hadiah karena ada Illat/alasan.
Contoh pejabat negara tidak boleh menerima hadiah dan harus menolaknya, karena dapat menimbulkan kemudaratan. Lihat kisah seorang sahabat bernama ibnu Lutbiyah yang diutus untuk mengumpulkan zakat lalu diberi hadiah dan ditegur oleh Nabi saw.

No comments:

Post a Comment

Pemenang anugerah "Most Entertaining Blog" di Malaysia Social Media Week 2016 (MSMW)
yang telah diadakan di GlassHouse @ Seputeh, Kuala Lumpur.

Comments

Contact Us

Name

Email *

Message *