Abdul Aziz (115)
“Ilmu itu cahaya, dan cahaya Allah tidak akan diberikan kepada pelaku
maksiyat”, demikian petua masyhur guru Imam Syafii.
Ibnu Mas’ud r.a., salah satu Sahabat Nabi saw pernah berwasiat, bahشwa hakekat ilmu itu bukanlah menumpuknya wawasan pengetahuan pada diri
seseorang, tetapi ilmu itu adalah cahaya yang bersemayam dalam hati. Kedudukan
ilmu dalam Islam sangatlah penting. Rasulullah saw., bersabda:
“Sesungguhnya Allah
SWT, para malaikat-Nya, penghuni langit dan bumi hingga semut dalam tanah,
serta ikan di lautan benar-benar mendoakan bagi pengajar kebaikan”. (HR.
Tirmidzi).
Mengingat kedudukannya yang penting itu, maka menuntut ilmu adalah
ibadah, memahaminya adalah wujud takut kepada Allah, mengkajinya adalah jihad,
mengajarkannya adalah sedekah dan mengingatnya adalah tasbih.
Dengan ilmu, manusia akan mengenal Allah dan menyembah-Nya. Dengan ilmu,
mereka akan bertauhid dan memuja-Nya. Dengan ilmu, Allah meninggikan derajat
segolongan manusia atas lainnya dan menjadikan mereka pelopor peradaban.
Oleh karena itu, sebelum menuntut ilmu, Imam al-Ghazali mengarahkan agar
para pelajar membersihkan jiwanya dari akhlak tercela. Sebab ilmu merupakan
ibadah kalbu dan salah satu bentuk pendekatan batin kepada Allah.
Sebagaimana solat itu tidak sah kecuali dengan membersihkan diri dari
hadas dan kotoran, demikian juga ibadah batin dan pembangunan kalbu dengan
ilmu, akan selalu gagal jika berbagai perilaku buruk dan akhlak tercela tidak
dibersihkan.
Sebab kalbu yang sihat akan menjamin keselamatan manusia, sedangkan
kalbu yang sakit akan menjerumuskannya pada kehancuran yang abadi. Penyakit
kalbu diawali dengan ketidaktahuan tentang Sang Khalik (al-jahlu
billah), dan bertambah parah dengan mengikuti hawa nafsu. Sedangkan kalbu
yang sihat diawali dengan mengenal Allah (ma’rifatullah), dan
vitaminnya adalah mengendalikan nafsu. (lihat al-munqidz min al-dhalal).
Sebagai amalan ibadah, maka mencari ilmu harus didasari niat yang benar
dan ditujukan untuk memperoleh manfaat di akhirat. Sebab niat yang salah akan
mengheret kedalam neraka, Rasulullah saw., bersabda:
“Janganlah kamu
mempelajari ilmu untuk tujuan berkompetisi dan menyaingi ulama, mengolok-olok
orang yang bodoh dan mendapatkan simpati manusia. Barang siapa berbuat
demikian, sungguh mereka kelak berada di neraka. (HR. Ibnu Majah)
Diawali dengan niat yang benar, maka bertambahlah kualitas hidayah Allah
pada diri para ilmuwan. “Barang siapa bertambah ilmunya, tapi tidak bertambah
hidayahnya, niscaya ia hanya semakin jauh dari Allah”, demikian nasihat kaum
bijak.
Maka saat ditanya tentang fenomena kaum intelektual dan fuqaha yang
berakhlak buruk, Imam al-Ghazali berkata:
“Jika Anda mengenal tingkatan ilmu dan mengetahui hakekat ilmu akhirat,
niscaya Anda akan paham bahwa yang sebenarnya menyebabkan ulama menyibukkan
diri dengan ilmu itu bukan semata-mata kerana mereka perlu ilmu itu, tapi
kerana mereka memerlukankannya sebagai saranan mendekatkan diri kepada Allah”.
No comments:
Post a Comment