Abdul Aziz (115)
Hari itu,
saya menggunakan jasa taxi, Blue Bird. Begitu saya naik taxi sang driver
menyapa dengan kata-kata yang lembut dan bahasa tubuh yang mengesankan.
Semakin saya ajak bercakap, saya semakin “jatuh cinta” dengan driver itu. Dalam
hati saya bergumam, “Pasti ada sesuatu di dalam diri driver ini sehingga
pribadinya begitu mempesona. Saya ingin banyak belajar dengan driver ini.”
Agar
dapat kesempatan yang lebih luas untuk bercakap, driver ini saya ajak makan
siang di salah satu restoran kesukaan saya. Awalnya dia menolak, tetapi setelah
saya “paksa” akhirnya ia bersedia menemani saya.
Ketika
saya tanya mahu pesan apa, dia menjawab, “Terserah encik.” Driver itu saya
pesankan menu sama dengan pesanan saya: Sate kambing tanpa lemak dan sop
kambing, masing-masing satu mangkok.
Sebelum
makan saya bertanya, “Tinggal dimana?” Dia menjawab, “Balaraja Tangerang.”
“Berapa
jam perjalanan ke pool?” sambung saya.
Diapun
menjawab, “Empat jam.” Saya terkejut, “Hah! Empat jam? Pergi pulang delapan
jam. Kenapa gak nginep saja di pool?” Dia segera menjawab, “Saya harus menjaga
ibu saya.”
“Menjaga
ibu?” batinku. Bagaimana mungkin menjaga ibu, sampai rumah jam 23.30 berangkat
kerja jam 03.30 dini hari?
Untuk
mengurangi rasa penasaran, kemudian saya bertanya lagi, “Bukannya sampai rumah
ibu sudah tidur, berangkat ibu belum bangun?”
Dengan agak terbata
dia menjawab, “Setiap saya berangkat ibu sudah bangun. Saya hanya ingin mencium
tangan ibu setiap pagi sebelum berangkat kerja, sambil berdoa semoga saya bisa
membahagiakan ibu.”
Jawaban
itu menusuk sanubariku, hanya sekedar mencium tangan ibu dan mendoakannya ia
rela menempuh perjalanan delapan jam setiap hari. Sayapun ke belakang
sejenak menghapus air mata yang mengalir di pipi.
Kemudian
saya bertanya lagi, “Apa yang kamu lakukan untuk membahagiakan ibu?”
Dengan
lembut ia menjawab, “Saya sudah daftarkan umroh di kantor.”
“Maksudnya?”
seru saya. Ia menjawab, “Kalau saya berprestasi dan tidak pernah mangkir kerja,
saya berpeluang mendapat hadiah umroh dari kantor. Bila saya menang, hadiah
umroh itu akan saya berikan kepada ibu tercinta.”
Mendengar jawaban
itu saya menarik napas panjang. Dengan nada agak bergetar ia melanjutkan,
“Setiap hari saya pulang agar bisa mencium tangan ibu dan mendoakannya agar ia
bisa pergi umroh. Saya benar-benar ingin membahagiakan ibu saya.” Mendengar
jawaban itu, haru dan malu bercampur menjadi satu. Air matapun mengalir deras
di pipiku.
Malu
karena pengorbananku untuk ibuku kalah jauh dengan driver taxi ini.
Bila
selama ini saya yang membuat peserta training berkaca-kaca. Hari ini Asep
Setiawan, driver taxi itu, yang membuatku menangis tersedu. Dia telah menjadi
trainer dalam kehidupanku.
Ya, Asep
Setiawan telah menjadi trainerku… bukan melalui kata-katanya tetapi melalui tindakannya.
Buat
rekan rekan yg belum berkirim kabar buat Ibu atau sekedar telepon masak apa
hari ini dan basa basi ringan.
Segeralah
telp atau sms beliau. Semoga ada keberkahan dan keridhaan dari Ibu kita
tercinta.
Bagi yang bundanya telah kembali menghadap Sang Kholik. Berhentilah sejenak dan luangkan untuk memanjat kan doa untuk nya saat ini atau saat beribadah nanti
Bagi yang bundanya telah kembali menghadap Sang Kholik. Berhentilah sejenak dan luangkan untuk memanjat kan doa untuk nya saat ini atau saat beribadah nanti
Ingatlah
selalu, surat al-Israa’ ayat 23-24, Allah Swt berfirman :
وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا
إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۚ إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ
الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا
تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ
الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا
“Dan
Rabb-mu telah memerintahkan agar kamu jangan beribadah melainkan hanya
kepada-Nya dan hendaklah berbuat baik kepada ibu-bapak. Jika salah seorang di
antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu,
maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan
janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan
yang baik. Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang
dan ucapkanlah, ‘Ya Rabb-ku, sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua
telah mendidik aku pada waktu kecil.’” [QS.Al-Israa’ : 23-24]
Perintah
birrul walidain juga tercantum dalam surat an-Nisaa’ ayat 36:
وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا
بِهِ شَيْئًا ۖ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ
وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَىٰ وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ
بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا
يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا
“Dan
beribadahlah kepada Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu
apa pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib kerabat, anak-anak
yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat, tetangga jauh, teman sejawat, ibnu
sabil [1], dan hamba sahaya yang kamu miliki. Sungguh, Allah tidak menyukai
orang-orang yang sombong dan membanggakan diri.” [QS.An-Nisaa’ : 36]
Jangan
PERNAH LUPA untuk mendoakan mereka,
رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي
صَغِيْرًا
“Wahai
Rabb-ku, kasihilah keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidikku sewaktu
kecil.”
*Ini
adalah kisah nyata yang dialami oleh salah satu motivator Indonesia, Jamil
Azzaini.*
No comments:
Post a Comment