NAMA: NIK NOR
FATIHAH BINTI NIK HUSSIN
NO.MATRIK : 14021118
NO.SIRI: 041
Secara prinsip, fitrah kewajiban memberikan nafkah dalam keluarga merupakan tanggung jawab suami sehingga wajib bekerja dengan baik
melalui usaha yang halal dan wanita sebagai kaum istri bertanggung jawab
mengelola dan merawat aset keluarga. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Kaum laki-laki itu adalah ketua bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah
melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita),
dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebahagian dari harta mereka…”
(QS. An-Nisa:34). Dengan demikian, posisi kepala rumah tangga bagi suami
paralel dengan konsekuensi memberi nafkah dan komitmen perawatan keluarganya
secara lazim.
Oleh karena itu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam secara
proporsional telah mendudukkan posisi masing-masing bagi suami istri dalam
sabdanya: “Setiap kalian adalah ketua dan setiap ketua akan
dimintai pertanggungjawaban atas apa yang harus ditanggungnya. Suami adalah ketuabagi
keluarganya dan bertanggung jawab atas anggota keluarga yang ditanggungnya.
Istri adalah ketuabagi rumah tangga rumah suaminya dan akan dimintai
pertanggungjawaban atas aset rumah tangga yang diurusnya…” (HR.
Bukhari) Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahkan
putrinya, Fatimah dengan Ali radhiyallahu ‘anhuma beliau
berwasiat kepada menantunya: “Engkau berkewajiban
bekerja dan berusaha sedangkan ia berkewajiban mengurus (memenej) rumah
tangga.” (HR. Muttafaq ‘Alaih).
Memberikan Nafkah
Dalam Keluarga
Jadi, sharing suami-istri dalam
aspek keuangan keluarga adalah dalam bentuk tanggung jawab suami untuk mencari
nafkah halal dan tanggung jawab istri untuk mengurus, mengelola, merawat
dan mengatur pola keuangan keluarga. Meskipun demikian, bukan berarti suami tidak boleh memberikan bantuan
dalam pengelolaan aset dan keuangan rumah tangganya bila istri kurang mampu
atau memerlukan bantuan. Dan juga sebaliknya tidak ada larangan Syariah bagi
istri untuk membantu suami terlebih ketika kurang mampu dalam memenuhi
kebutuhan keluarga dengan cara yang halal dan baik serta tidak membahayakan
keharmonisan dan kebahagiaan rumah tangga selama suami mengizinkan, bahkan hal
itu akan bernilai kebajikan bagi sang istri. Bukankah Khadijahradhiyallahu ‘anha. ikut andil dalam membantu mencukupi
kebutuhan keluarga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
sebagai bentuk ukhuwah dan tolong menolong dalam kebajikan. (QS.Al-Maidah:2).
Prinsip keadilan Islam menjamin
bagi kaum wanita hak untuk mencari karunia Allah (rezki) sesuai kudrat
tabiatnya dan ketentuan syariat dengan niat mencukupi diri dan keluarga untuk
beribadah kepada Allah secara khusyu’. Meskipun demikian, istri harus memiliki
keyakinan bahwa tugas utama dalam keluarganya adalah mengatur urusan rumah
tangga dan mengelola keuangan keluarga bukan mencari nafkah. Para Ahli tafsir
(Mufassirin) menyimpulkan dari surat An-Nisa: 32 : “bagi para
lelaki ada bahagian dari apa yang mereka usahakan dan bagi para wanita (pun)
ada bahagian dari apa yang mereka usahakan…”, prinsip dasar hak dan
kebebasan wanita untuk berusaha mencari rezki. Sejarah Islam di masa Nabi telah
membuktikan adanya sosial kaum wanita dalam peperangan, praktek pengobatan dan
pengurusan logistik. Di samping itu mereka juga terlibat dalam aktivitas
perniagaan dan membantu suami dalam pertanian sehingga dengan begitu maka akan
terwujud sebuah keluarga
harmonis.
No comments:
Post a Comment